Pengertian denda dan sita sangatlah berbeda. Nah, pada kesempatan kali ini, kami akan membahas mengenai perbedaan denda dan sita, contohnya serta perbedaannya. Setiap negara memiliki sumber pendapatan yang berbeda-beda. Namun pada umumnya sumber pendapatan negara dibedakan menjadi 2 yaitu sumber pendapatan pajak dan non pajak. Sumber pendapatan pajak yaitu segala sesuatu yang dapat menambah pendapatan negara dalam bentuk pajak. Misalnya pajak kendaraan bermotor, pajak bumi dan pembangunan, pajak penghasilan, pajak penjualan yang mana Anda ketahui ketika membeli barang dari Mall akan dikenakan biaya tambahan untuk pajak penjualan, dan sumber pajak lainnya.
Baca juga : Pengertian Zaman Megalitikum Masa Sejarah |
Sementara itu, sumber pendapatan negara non pajak yaitu sumber-sumber pendapatan yang berasal dari non pajak. Adapun sumber pendapatan non pajak meliputi retribusi, keuntungan BUMN dan BUMD, denda dan sita, sumbangan, hadiah, dan hibah. Lantas, apa yang dimaksud dengan denda. Dilansir melalui Wikipedia Indonesia, denda merupakan salah satu bentuk hukum yang mana melibatkan uang dalam jumlah tertentu dan harus dibayarkan oleh pelanggarnya.
Denda merupakan hukuman ringan bagi pelanggar hukum dalam bentuk uang. Denda jumlahnya tetap, didasarkan berdasarkan aturan yang berlaku. Contohnya, tilang adalah salah satu bentuk denda karena melakukan pelanggaran lalu lintas. Sementara itu sita adalah tindakan hukum yang bersifat eksepsional yang dilakukan oleh hakim, berdasarkan permohonan suatu pihak yang sedang bersengketa guna mengamankan barang-barang sengketa, atau dengan kata lain barang-barang tersebut menjadi jaminan adanya kemungkinan tindakan tidak seharusnya oleh pemegang barang tersebut sebelum putusan hakim keluar.
Misalnya dipindahtangankan, dijual, dirusak, dimusnahkan oleh pemegang barang-barang. Sekarang Anda pasti sudah paham pengertian denda dan sita serta perbedaan mendasarnya. Sebenarnya dari kata dasarnya saja sudah terlihat berbeda arti, hanya saja dalam sumber pendapatan negara dimasukkan dalam kategori yang sama, membuat orang salah persepsi. Aturan mengenai denda diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 30 sehingga putusan jumlah denda sudah diatur dalam udang-undang yang berlaku.
Pada tahun 1960 melalui PP No. 16 Prp.1960, pemerintah menaikkan jumlah denda menjadi 10 kali lipat. Tujuan dari penyitaan bukan semata-mata untuk mengambil barang-barang tergugat dan dijadikan milik negara, bukan itu maksudnya. Penyitaan dilakukan untuk menjamin barang-barang tergugat tetap aman sebelum ada putusan dari peradilan karena selama proses hukum berlangsung, segala sesuatau bisa terjadi.
Misalnya, sebuah Bank menuntut seorang kreditor karena tidak mampu membayar hutang, maka pemerintah berhak menyita sementara waktu barang-barang tergugat sebelum adanya putusan sah pengadilan. Hal tersebut untuk menghindari penjualan atau tindakan tidak diinginkan oleh tergugat.
Intinya denda dan sita ini dilakukan demi penegakan hukum dan menjamin hak-hak setiap orang terpenuhi. Seorang penumbras lampu merah ditilang, hal tersebut supaya masyarakat bisa menjalankan kewajiban untuk patuh hukum dan pengendara lain merasa aman. Sedangkan penyitaan sifatnya hanya melindungi sampai ada putusan sah pengadilan. Itulah pengertian denda dan sita, perbedaan serta contohnya.